Senin, 25 Agustus 2014

Diam pada Saat yang Tepat



Dikisahkan bahwa ada seorang lelaki miskin yang mencari nafkahnya hanya dengan mengumpulkan kayu bakar lalu menjualkan pasar. Hasil yang ia dapatkan hanya cukup untuk makan. Bahkan, kadang-kadang tak mencukupi kebutuhannya. Tetap ia terkenal sebagai orang yang sabar.

Pada suatu hari, seperti biasa dia pergi ke hutan untuk mengumpulkan kayu bakar. Setelah cukup lama dia berhasil mengumpulkan sepikul besar. Ia lalu memikulnya di pundaknya sambil berjalan menuju pasar. Setibanya di pasar ternyata orang-orang sangat ramai dan agak berdesakan. Karena khawatir orang-orang akan terkena ujung kayu yang agak runcing, ia lalu berteriak, “Minggir... minggir! Kayu bakar mau lewat!.”

Orang-orang pada minggir memberinya jalan dan agar mereka tidak terkena ujung kayu. Sementara, ia terus berteriak mengingatkan orang. Tiba-tiba lewat seorang bangsawan kaya raya di hadapannya tanpa mempedulikan peringatannya. Kontan saja ia kaget sehingga tak sempat menghindarinya. Akibatnya, ujung kayu bakarnya itu tersangkut di baju bangsawan itu dan merobeknya. Bangsawan itu langsung marah-marah kepadanya, dan tak menghiraukan keadaan si penjual kayu bakar itu. Tak puas dengan itu, ia lalu menyeret laki-laki itu ke hadapan hakim. Ia ingin menuntut ganti rugi atas kerusakan bajunya.

Sesampainya di hadapan hakim, orang kaya itu menceritakan kejadiannya serta maksud kedatangannya menghadap dengan si lelaki itu. Hakim itu lalu berkata, “Mungkin ia tidak sengaja.” Bangsawan itu membantah. Sementara si lelaki itu diam saja seribu bahasa. Setelah mengajukan beberapa kemungkinan yang selalu dibantah oleh bangsawan itu, akhirnya si hakim mengajukan pertanyaan kepada lelaki tukang kayu bakar itu. Namun, setiap kali hakim itu bertanya, ia tak menjawab sama sekali, ia tetap diam. Setelah beberapa pertanyaan yang tak dijawab berlalu, sang hakim ahkirnya berkata pada bangsawan itu, “Mungkin orang itu bisu, sehingga dia tidak bisa memperingatkanmu ketika di pasar tadi.”

Bangsawan itu agak geram mendengar perkataan hakim itu. Ia lalu berkata,”Tidak mungkin! Ia tidak bisu wahai hakim. Aku mendengarnya berteriak di pasar tadi. Tidak mungkin sekarang ia bisu!” Dengan nada sedikit emosi. “Pokoknya saya tetap minta ganti,” lanjutnya.

Dengan tenang sambil tersenyum, sang hakim berkata, “Kalau engkau mendengar terikannya, mengapa engkau tidak minggir? Jika ia sudah memperingatkan, berarti ia tidak salah. Anda yang kurang memperdulikan peringatannya.”

Mendengar keputusan hakim itu, bangsawan itu hanya bisa diam dan bingung. Ia baru menyadari ucapannya ternyata menjadi bumerang baginya. Akhirnya ia pun pergi. Dan, lelaki tukang kayu bakar itu pun pergi. Ia selamat dari tuduhan dan tuntutan bangsawan itu dengan hanya diam.

Ane pribadi juga salut sama hakimnya. Cerdas banget! :D

(Kisah ini dikutip dari Majalah “Nurul Hayat” Bacaan Hikmah Keluarga, Edisi 127 Agustus 2014, www.nurulhayat.org)


0 komentar:

Posting Komentar